Pendahuluan
Vinsensius a Paulo adalah orang kudus yang hidup pada tahun 1581 di Perancis. Ia adalah pendiri Kongregasi Misi (Congregation de la Mission) dan Serikat Puteri Kasih (Filles de la Charite). Kisah hidup dan spiritualitasnya bisa dipelajari dari kumpulan surat-surat dan konferensinya dan biografinya. Kumpulan surat dan konferensi ini ada 14 jilid buku karya Pierre Coste. Sedangkan biografinya ada banyak sekali, salah satunya, yang akan dibahas di sini adalah menurut biografi karya Jose Maria Roman.
Hidupnya menginspirasi banyak orang. Menurut AnnMcNeil (1996 : 13) Ada sekitar 250 lebih kongregasi dan serikat yang berspiritualitas vinsensian. Mulai dari imam, bruder, suster, awam, dan bahkan dari Gereja Anglikan.
Vinsensius hidup di akhir abad pertengahan dan awal abad renaisans. Banyak sumber mengatakan bahwa abad pertengahan (mediaeval) dimulai pada sekitar abad IV atau V (runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat). Lalu abad pertengahan berakhir pada abad ke 16. Namun sebenarnya periode mediaeval ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan batas angka tahun yang jelas. Ada abad patristik sebelumnya dan abad renaisans sesudahnya. Maka yang disebut abad pertengahan adalah masa ketika orang mulai meninggalkan pemikiran model bapa Gereja dan memasuki pemikiran gaya mediaeval. Maka setiap daerah memasuki suatu masa dengan angka tahun yang berbeda karena perbedaan pengaruh seorang tokoh di daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh cepat lambatnya penyebaran pemikiran dan informasi. Hal yang demikian juga terjadi pada abad renaisans. Setiap daerah juga memasuki abad renaisans pada tahun yang berbeda.
Perubahan zaman menyebabkan perubahan pemikiran. Pemikiran ini mempengaruhi berbagai bidang. Salah satu bidang yang terpengaruh adalah bidang spiritual.
Perancis sendiri pada abad 16 sudah memulai masuk abad renaisans. Namun dalam bidang spiritual baru terjadi pada abad ke 17. Pembaharu spiritual Perancis pada waktu itu diantaranya adalah David Canfield, Andre Duval, Pierre de Berulle, Jean Marie Vianney, Francois de Sales, dan tentu saja Vinsensius. Pada zaman itu di Perancis banyak peperangan. Keadaan zaman ini membuat penghayatan hidup Vinsensius berpijak pada abad pertengahan dan menuju humanism, yaitu apa yang ditemukannya, Tuhan dalam diri orang miskin dengan bantuan para pembimbing rohaninya. Bagaimana hal ini terjadi selama hidup Vinsensius?
Dalam tulisan ini ada beberapa sub-judul yang akan membantu menuju penemuan di atas, diantaranya Vinsensius dalam biografi karya Roman, Gereja abad pertengahan berhadapan dengan renaisans, Gereja Perancis dari abad pertengahan menuju renaisans, transformasi Gereja dalam pendirian CM, dan penutup.
Vinsensius dalam Biografi karya Roman
Vinsensius tidak pernah menulis buku spiritualitas. Satu-satunya tulisan spiritual yang sistematis dan berasal dari St Vinsensius adalah Regulae Communes. Regulae Communes adalah peraturan umum bagi Kongregasi Misi, kongregasi para imam dan bruder yang didirikan oleh St Vinsesius. Maka dari itu, cukup sulit untuk mempelajari spiritualitas vinsensian. Tetapi untunglah Vinsensius rajin menulis surat. Vinsensius menulis surat untuk semua kalangan. Mulai dari konfraternya hingga paus dan raja. Sayangnya, surat-surat itu banyak yang hilang. Hanya 3000-an surat yang berhasil dihimpun oleh Pierre Coste.
Surat-surat itu disusun secara tidak sistematis berdasarkan kronologisnya. Padahal dalam membaca surat orang harus mengerti konteksnya. Untuk mengatasi masalah ini, banyak dari para sejarawan vinsensian menulis biografi St Vinsensius. Ada banyak sekali tulisan mengenai biografi St Vinsensius. Namun, dari banyaknya biografi itu ada 4 karya yang dinilai sebagai karya besar. Yang pertama adalah biografi yang ditulis oleh Louis Abelly, uskup Montermount. Biografi ini berjudul La Vie du Venerable Serviteur de Dieu, Vincent de Paul, Instituteur et Premier Superieur General de la Congregation de la Mission. Biografi ini ditulis hanya beberapa tahun setelah Vinsensius meninggal.Louis Abelly adalah sahabat Vinsensius. Biografi ini bisa dikatakan bersumber dari dokumen yang paling lengkap (sebelum surat-surat Vinsensius banyak yang hilang). Sayangnya, Abelly menuliskan Vinsensius yang suci sedari kecil (sehingga dikatakan dalam litani St Vinsensius, senex a puero). Biografi yang kedua adalah biografi dari Pierre Collet yang berjudul La Vie de Saint Vincent de Paul, Instituteur de la Congregation de la Mission et Filles de la Charite. Buku ini hampir sama dengan biografi tulisan Abelly. Bedanya adalah gaya penulisannya lebih sistematis karena menggunakan metode ilmiah. Buku yang ketiga adalah karya Ulyse Maynard. Ulyse Maynard menulis pada abad 18 yang bergaya romantik dan yang keempat adalah karya Pierre Coste. Pierre Coste memanfaatkan surat-surat St Vinsensius yang dikumpulkannya. Sehingga biografi yang ditulisnya seolah-olah hendak membuktikan kebenaran sejarah yang tak bisa diragukan karena menggunakan dat-data yang valid. Biografi yang terakhir adalah karya Jose Maria Roman. Buku ini adalah biografi yang sekarang dianggap paling mudah dan dianggap paling otentik karena menggunakan metode penulisan filsafat sejarah Ortega y Gazet. Buku ini menjadi bacaan wajib bagi para novis CM dan setiap orang yang hendak mempelajari spiritualitas vinsensian.
Dalam biografi karya Roman, Vinsensius adalah seperti manusia lainnya. Ia adalah pribadi yang berjuang, bergulat, dan bergumul. Pergumulan Vinsensius ini menjadi penting dan merupakan pusat spiritual. Melalui pergulatannya inilah Vinsensius menemukan panggilannya. Pergulatan hidup Vinsensius adalah pergulatan Gereja pula. Dilihat dari konteks zamannya, Gereja bergulat antara yang real dan yang ideal. Yang real adalah mentalitas Gereja abad pertengahan. Sedangkan yang ideal adalah kontekstualisasi Gereja dengan zaman renaisans. Gereja saat itu menghadapi perpecahan, yaitu reformasi Martin Luther dan denominasi Protestan lainnya. Gereja menjawab tantangan itu dengan konsili Trente (1545). Sementara Vinsensius yang akan menjadi imam terombang ambing antara mentalitas abad petengahan dan pembaruan Gereja Katolik melalui Konsili Trente. Di Perancis saat itu keadaan politik juga kacau. Kekacauan itu disebabkan oleh Perang melawan Spanyol (Perang 30 tahun) dan peristiwa Fronde. Gereja yang borjuis berhadapan dengan realitas kemiskinan akibat perang.
Vinsensius sebagai imam muda ingin ditempatkan di paroki yang ‘basah’. Alasannya adalah agar mendapat benefisi yang banyak lalu tinggal dekat dengan orang tuanya. Hal ini bisa dimengerti dalam konteks zamannya. Sebagai anak desa, Vinsensius tidak hanya tinggal di rumah untuk menjadi petani atau penggembala. Masa kecilnya memang ia sempat menjadi penggembala. Namun ia didukung oleh orang tuanya untuk bersekolah. Sekitar tahun 1594 ia bersekolah di Fransiscan Friary di Dax, Perancis Selatan, dekat dengan rumahnya. Untuk bersekolah ini orang tuanya harus menjual sepasang lembu. Sebuah pengorbanan yang besar bagi seorang petani. Lalu ia juga sempat menjadi tutor bagi anak-anak Monsieur de Comet untuk membiayai sekolahnya. Kemudian ia sempat melanjutkan pendidikan ke Saragosa, Spanyol namun hanya 1 tahun. Ia pindah ke Toulouse, Perancis. Dia ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1600 di Gereja St Julien, Chateau l’Eveque. Sebenarnya setelah tahbisan imam ia ditugaskan di Paroki Tilh. Paroki Tilh umatnya kaya-kaya. Namun ia gagal bertugas di paroki ini karena di sana telah ditugaskan Monsieur Saint Soube. Monsieur Saint Soube mendapatkan surat tugas dari Roma, sedangkan Vinsensius hanya dari vikaris jenderal keuskupan. Inilah kegagalannya yang pertama. Kegagalan ini terjadi hingga beberapa kali (± 5 kali). Dan kegagalan ini membuatnya hampir putus asa. Hal ini dibuktikan dalam surat kepada ibunya (Roman 1981 : 51). Namun inilah awal dari pertobatan Vinsensius.
Pertobatan Vinsensius berefek luas. Bukan hanya bagi diri Vinsensius, namun juga bagi Gereja. Pertobatan Vinsensius ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam subjudul ‘Transformasi Gereja dalam Pendirian CM’.
Gereja Abad Pertengahan berhadapan dengan Renaisans
Abad pertengahan dimulai sejak runtuhnya Kekaisaran Roma dan Kekaisaran Yunani. Gereja mulai berpusat di Konstantinopel yang disebut Roma baru. Abad pertengahan adalah abad kejayaan Gereja. Gereja menjadi otoritas tertinggi yang menentukan kebenaran. Filsafat dijadikan budak teologi dan pengantar kepada iman. Filsafat yunani dibaptis sehingga sesuai dengan iman kristiani. Satu-satunya sumber yang benar adalah wahyu, kitab suci. Yang menjadi parameternya adalah yang Ilahi. Manusia dinilai sangat berlumur dosa dan hina. Orang kudus yang hidup di zaman ini kebanyakan adalah teolog dan mistikus. Diantaranya adalah St Thomas Aquinas, St Theresia Avilla, St Ignatius Loyola, dan lain-lain. Mistikus dianggap jalan kekudusan karena menolak hal duniawi. Hal duniawi dianggap jahat. Para mistikus ini menjalani hidup di biara. Biara menjadi pusat kebudayaan. Dari banyak biara inilah mencul ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu pengetahuan menjadi milik Gereja. Pada akhirnya nanti justru para ilmuwan dari biara seperti Nicolas Copernicus, Gregory Mendel, dan lain-lain yang merevolusi pemikiran di abad renaisans meskipun bertentangan dengan ajaran gereja. Hidup kebiaraan ini dimulai dengan berdirinya biara besar di Perancis yang disebut dengan Biara Cluny. Biara Cluny didirikan pada tahun 529. Pola kehidupan seperti ini menjadi jalan kekudusan yang dianut pada zaman itu.
Kebiaraan menuntut pelepasan diri dari dunia. Maka para biarawan tinggal di dalam biara (dan klausura) dan menghabiskan banyak waktunya untuk berdoa. Berbeda dengan para imam diosis yang non-biarawan. Mereka lebih banyak tinggal di paroki dan berkeliaran di kota-kota. Pada saat itu orang memandang para biarawan lebih suci daripada para imam diosis (praja)
Banyak hal terjadi selama abad pertengahan. Diantaranya yang penting adalah perang salib. Perang salib merupakan konfrontasi Gereja dengan Islam. Lalu pembangunan Basilika St Petrus di Roma. Pembangunan ini berimplikasi luas. Dalam mencari dana, Gereja mengharuskan orang yang ingin dihapus dosanya (baik yang masih hidup maupun sudah meninggal) untuk membayar uang penebusan dosa. Hal inilah yang menjadi salah satu poin penting yang ditentang oleh Martin Luther dan Gereja Reformasi. Reformasi Gereja ini terjadi pada tahun 1511 dengan ditempelkannya daftar keluhan dan tesis Martin Luther di pintu Gereja Wittenberg. Reformasi ini meluas hingga ke seluruh Eropa. Yang terkena pengaruh besar adalah Gereja di Spanyol. Maka Spanyol bermusuhan dengan Perancis. Salah satu penyebab permusuhan itu adalah konflik agama.
Pada masa ini banyak dibangun katedral-katedral megah yang melambangkan keagungan Tuhan. Karya-karya seninya pun bernuansa surgawi. Segala pemikir, bahkan biarawan yang menentang Gereja karena temuan filosofisnya mendapatkan hukuman ekskomunikasi, seperti Galileo dan Copernicus. Bisa dikatakan Gereja abad pertengahan adalah Gereja yang angkuh.
Sementara itu, dunia mulai gerah akan keadaan ini. Filsafat mulai menjauh dari teologi. Orang mulai berpendapat bahwa Tuhan tidak akan bisa didekati dengan rasio. Orang mulai berani berpikir. Apalagi setelah wafatnya St Thomas Aquinas. Orang melihat dunia dari cara pandang yang berbeda, yaitu manusia. Maka lahirlah renaisans. Renaisans berarti kelahiran kembali. Yang dilahirkan kembali adalah filsafat Yunani. Jika pada abad pertengahan manusia direduksi hingga menjadi makhluk hina, pada masa renaisans manusia adalah sumber filsafat filsafat dan teologi. Karya-karya seni yang muncul mulai mengeksplorasi keindahan manusia, bukan secara ilahi, tetapi sesuai dengan yang bisa diinderai. Tokoh-tokoh yang berperan besar adalah Giotto, Leonardo da vinci, Michaelangelo, Francis Bacon, John Locke, Isaac Newton, Fransiskus Sales (Francois de Sales), dan tentu saja Vinsensius a Paulo.
Bisa dikatakan renaisans adalah zaman humanis. Manusia dianggap menjadi tuan atas dirinya sendiri. Manusia dianggap lebih baik menentukan nasibnya sendiri, daripada nasibnya diserahkan pada Tuhan. Renaisans adalah masa kejayaan akal budi. Hampshire (1956 : 12, 17) menyebut abad renaisans sebagai age of religious conflict dan age of reason.
Gereja Perancis dari Abad Pertengahan Menuju Renaisans
Salah satu hal yang menjadi perdebatan mengenai riwayat hidup Vinsensius adalah tahun kelahirannya. Berdasarkan yang tertulis di batu nisannya, Vinsensius lahir pada 1576 . Hal ini mengacu pada aturan pada Konsili Trente yang mensyaratkan bahwa calon tahbisan imam minimal berusia 24 tahun. Secara pasti tahun tahbisan Vinsensius adalah tahun 1600. Jika demikian, teori Abelly ini benar dan dapat dipercaya. Namun Pierre Coste mengajukan 14 bukti yang menyatakan Vinsensius lahir pada tahun 1581. Jika Vinsensius lahir pada tahun 1581 maka ia berusia 19 tahun saat tahbisan sehingga tahbisannya tidak sah karena tidak sesuai dengan Konsili Trente. Namun Coste mengajukan bukti yang benar-benar hampir ustahil untuk disangkal karena surat-surat itu ditulis oleh Vinsensius sendiri dan ada 14, tidak hanya satu atau dua. Bagaimana mengatasi masalah ini?
Roman menjawab pertanyaan ini dengan cemerlang. Ia mengacu pada penelusuran sejarah Perancis saat itu. Penemuan sejarah ini cukup mencegangkan. Konsili Trente belum diakui oleh Gereja Perancis hingga masa Vinsensius. Konsili baru diakui beberapa tahun setelah Vinsensius wafat. Penemuan ini implikasinya luas. Berarti Gereja Perancis masih berada pada semangat abad pertengahan.
Roman (1981 : 103) memaparkan bahwa jabatan gerejawi sudah menjadi milik seseorang sejak ia masih kecil. Contohnya adalah usia empat tahun sudah ditunjuk menjadi uskup, untuk jabatan abas 18 tahun, prior 16 tahun,dan kanon 14 tahun.
Bukti lain adalah apa yang dilakukan Pierre de Berulle. Pada tahun 1611 de Berulle mendirikan Ordo Oratorian. Yang paling menjadi kontroversi dari pendirian ini adalah kaul-kaulnya. Sebagaimana biarawan pada umumnya, mereka mengucapkan trikaul (kemiskinan,kemurnian,dan ketaatan). De Berulle menambahkan satu kaul, yaitu kaul keempat, kaul perbudakan selamanya kepada Kristus. Kaul keempat inilah yang menjadi ciri khas tarekat baru ini. Pengadaan kaul keempat oleh de Berulle ini menandakan suatu spiriualitas yang dianut oleh de Berulle dan tarekatnya. De Berulle mengikuti Yesus Sang Raja Semesta Alam. Pandangan ini adalah ciri khas pemikiran abad pertengahan. Pandangan ini berkarakter surgawi. Bisa disebut juga de Berulle menganut teologi dari atas.
Di tengah situasi seperti itu, mencullah Francois de Sales (Fransiskus Sales) yang menggebrak pemikiran Perancis. Fransiskus Sales adalah pembimbing rohani Vinsensius setelah Andre Duval .Ia menulis salah satu buku yang fenomenal yang berjudul Introduction a la Via Devote (Introduction to Devout Life). Buku ini disebut fenomenal karena isinya sama sekali lain dari pemikiran abad pertengahan. Menurut de Sales dalam buku ini, kekudusan tidak hanya direduksi pada kehidupan imamat, bahkan membiara. De Sales mengajarkan bahwa para awam pun bisa hidup suci jika mengikuti jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu dijabarkan dalam buku ini oleh de Sales. Bertolak dari buku ini, de Sales mendirikan satu tarekat biarawati. Tarekat itu ialah Tarekat Para Suster Visitasi. Awalnya de Sales menginginkan agar para biarawati ini tidak hanya tinggal di dalam biara saja, namun pergi keluar untuk menolong setiap orang, terutama orang yang sakit dan miskin. Namun akhirnya tetap saja kongregasi baru ini masih belum bisa lepas dari tradisi kebiaraan abad pertengahan. Tradisi itu adalah biara yang tertutup. Para suster visitasi ternyata belum bisa menjadi tarekat kerasulan yang pergi ke sudut-sudut kota dan daerah-daerah desa yang miskin. Mereka menjadi tarekat biarawati yang masih dibatasi klausura. Namun di kemudian hari, cita-cita Fransiskus Sales ini berhasil dilaksanakan oleh Vinsensius.